ATM Kondom Bukan Solusi

PERILAKU seksual remaja akhir-akhir ini cukup memprihatinkan. Beberapa penelitian mengenai perilaku seksual mereka memberikan informasi bahwa remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah hampir terdapat dimana-mana. Penelitian yang diadakan Lembaga Demografi FE UI pada 1998/1999 di empat provinsi -Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Lampung-menunjukkan bahwa dari 8.084 responden remaja, 35,5 persen remaja laki-laki tahu bahwa di antara teman sesama laki-laki pemah melakukan hubungan seksual pranikah.

Sementara remaja perempuan sebesar 33,7 persen. Beberapa tahun lalu, pernah dilakukan riset terhadap mahasiswa/i di Jogjakarta. Ternyata, hasilnya sangat mengejutkan. Sejumlah mahasiswa/i di sana pernah melakukan. hubungan seksual sebelum menikah. Sebagian besar mahasiswa/i melakukan hubungan intim tersebut secara sukarela.


Belum lagi perilaku pacaran mereka. Begitu mudahnya relasi lawan jenis itu mendapat tempat di hati mereka. Gaya hidup kebarat-baratan yang cenderung liberal dibungkus cantik ala modernitas. Tidak gaul kalau tidak punya pacar, begitu ungkap mereka.

Padahal, kalau kita cermati, aktivitas yang mereka lakukan cenderung tidak sehat. Mungkin, awalnya hanya pandangan mata, lalu mulai berpegangan tangan. Kemudian, istilah KNP (kissing, necking, petting) menjadi akrab di telinga mereka. Yang demikian itu pun memuluskan langkah setan ke arah perzinaan. Kalau pembaca ingin mengetahui perilaku pacaran remaja Surabaya, rim DetEksi Jawa Pos pernah membuktikan melalui pooling-nya bahwa perilaku seksual remaja Surabaya tidak jauh dari situ. Memandang, memegang, KNP, akhirnya ML (making love).

Melihat fenomena di atas, sudah sewajarnya jika masyarakat banyak yang menolak pe-ngadaan AIM kondom oleh pemerintah. Masyarakat menilai keberadaan ATM kondom tersebut sama saja dengan melegalkan seks bebas (Jawa Pos, Rabu 23 Februari 2006). Padahal, seks bebas sendiri menyebabkan beragam masalah sosial seperti penyakit menular seksual/PMS, HlV/AIDS, dan kehamilan yang tidak dikehendaki.

Masalah yang disebut terakhir akan mengakibatkan masalah lain seperti aborsi, tingkat kematian ibu yang tinggi, kelahiran prematur, dan bayi dengan berat rendah. Apalagi kemudahan dalam mengaksesnya. Pengguna tinggal memasukkan tiga koin uang lima ratusan ke mesin ATM untuk mendapatkan tiga buah kondom dengan aneka aroma. Ditambah semakin terkikisnya budaya malu di kalangan remaja semakin mengukuhkan kekhawatiran masyarakat.

Dulu, masih sangat jarang kita saksikan remaja berdua-duaan di tempat umum. Sekarang, kita bisa dengan mudah menyaksikan pemandangan tersebut. Di pusat-pusat perbelanjaan, pusat-pusat hiburan, di jalan, bahkan di lingkungan pendidikan seperti sekolah dan kampus-kampus. Belum lagi di tempat-tempat pariwisata. Parahnya, aktivitas tersebut tidak hanya dilakukan remaja di usia akhir (dua puluhan), tapi juga remaja awal (belasan tahun). Ada apa dengan remaja kita Mungkinkah asimilasi budaya Barat ditelan mentah-mentah oleh mereka?

Kalau alasan pengadaan ATM tersebut untuk meminimalisasi penyebaran HTV/AIDS, sesungguhnya itu kurang tepat. Kebijakan tersebut justru akan meningkatkan perilaku seksual mereka. Pesatnya perkembangan teknologi informasi saja disikapi salah oleh sebagian remaja kita.

Mereka telah mengenal seluk beluk sensualitas dunia maya. Browsing ke situs-situs porno, chatting yang menjurus ke arah seksualitas. Semuanya begitu bebas. Tanpa hukum dan undang-undang. Demikian yang terjadi di dunia maya. Akankah pemerintah menambahnya dengan memberikan kemudahan akses di dunia nyata? Tampaknya, pemerintah memang harus mengkaji ulang kebijakan itu demi melihat akses yang ditimbulkan pada masyarakat, remaja khususnya.

Kualitas Keluarga
Kalau pemerintah ingin meminimalisasi penyebaran HTV/AIDS dan masalah sosial lainnya, kuncinya adalah memperbaiki kualitas keluarga. Seperti kita pahami bersama bahwa keluarga merupakan lingkungan primer hampir setiap individu.

Sebelum seorang anak mengenai lingkungan yang lebih luas, dia akan mengenai lingkungan keluarganya terlebih dahulu. Pertama, seorang anak menyerap norma dan nilai-nilai yang berlaku adalah dalam keluarga. Keluarga merupakan madrasah pertama dan utama dalam pembentukan kepribadian anak.

Keluarga yang sehat adalah keluarga yang di dalamnya terdapat komunikasi yang hangat; antara orang tua dan anak. Tidak terkecuali masalah seksual. Seiring dengan perkembangari zaman, orang tua dituntut belajar kembali dalam menyampaikan nilai dan norma kepada anak.

Membicarakan seksualitas bukanlah hal yang tabu jika itu proporsional dengan perkembangan kejiwaan anak. Justru anak harus mengetahui hal tersebut dari orang tua agar tidak salah melangkah. Orang tua yang bijak akan selalu mendampingi proses pertumbuhan dan perkembangan anak agar tumbuh kembangnya optimal.

Mereka akan menjadi rujukan pertama pertanyaan si anak ketika dia beranjak balig. Kalau seorang gadis, dia harus tahu seluk beluk menstruasi dari orang tua. Begitu juga dengan anak laki-laki, dia harus tahu bahwa mimpi basah pertamanya adalah pertanda dia memasuki masa puber.

Keterbukaan dan saling ketergantungan di antara anggota keluarga adalah pilar-pilar yang harus ada dalam membina komunikasi keluarga. Orang tua harus pandai-pandai menggunakan pola pendekatan pada remaja, mengingat setiap zaman memberikan tantangan berbeda.

Selain komunikasi yang sehat, keluarga berkualitas akan selalu meningkatkan kualitas kesalehan anggotanya, baik kesalehan pribadi maupun sosial. Kegiatan pembiasaan seperti beribadah bersama, berakhlak yang baik, berolahraga, dan membaca buku ditengarai mampu menjauhkan remaja dari perangkap free sex yang telah menjadi life style bagi sebagian remaja. Jadi, free sex tidak bisa diminimalisasi dengan mendistribusikan ATM kondom ke tengah-tengah masyarakat.

Oleh Hernawati Kusumaningrum
(Guru SMP Al Hikmah Surabaya)
(Sumber : Jawa Pos, Rabu 1 Maret 2006)

Comments

Sya setuju dengan pendapat Bahwa KONDOM BUKAN SOLUSI, saya mahasiswa S2 Kesehatan Reproduksi, saya sangat menyanyangkan pendapat para akademisi yang mengatakan bahwa kondom merupakan solusi, bagi saya kondom itu seoerti kita mengobati gejala tanpa mengobati penyakit asalnya. Keluarga Kunci utama keberhasilan anak, cinta dan kasih sayang, perhatian yang dibutuhkan anak dapat mengobatinya apapun masalahnya. hal itu yang sulit didapat pada zaman sekarang sungguh ironis. Bagi teman perempuanku apapun masalhmu aku akan siap membantumu....

Popular Posts