Maman Sudah Besar

Alhamdulillah, yang telah menakdirkan serangkaian hari libur di sela-sela hari kerja. Sebuah hitungan hari yang bagiku sangat luar biasa sekali. Aku bisa merentangkan punggung di atas kasur yang meskipun sudah tidak empuk lagi dengan kenikmatan tiada tara, mengaktifkan tangan-tanganku, membersihkan, menata setiap hal yang tiba-tiba menjadi tidak sedap dipandang (padahal di hari biasa semuanya serasa biasa) atau meramu, memasak makanan kesukaan anak-anakku, dan yang penting menikmati tumbuh kembang mereka dengan durasi yang tidak pernah kutemukan di hari kerja.

Benarlah, anak-anakku telah tumbuh luar biasa!

Yang paling mencolok adalah anakku nomor tiga, Salman. Hari ini ia berusia 2 tahun 2 bulan. Selain tubuhnya yang tambah besar ia juga tambah pintar. Ia menyebut dirinya Maman. Sebenarnya aku mendapati fakta ini secara tidak sengaja. Ketika sedang membuka file-file foto di laptop, ia menemukan gambar kakak-kakaknya dan menyebut nama mereka satu per satu. Tita, sebutan mbak Bita. Ma, sebutan mas Safir. Dan ketika mendapati gambar dirinya, dengan segera ia menyebut: Maman. Sejak hari itu, aku dan abinya menemukan nama kecilnya: Maman.

Maman sangat ceria. Setiap detiknya adalah canda. Setiap detiknya adalah tawa. Meskipun detik selanjutnya menjadi tangisan. Ternyata Maman sangat piawai menggoda kakak-kakaknya. Uniknya, ia mampu membedakan bagaimana bercanda dengan kakak perempuannya atau kakak laki-lakinya.

Sebagai perempuan, Bita mewarisi sifat keibuan yang kuturunkan: penyayang dan ngemong. Maka dengannya, Maman lebih suka bermanja-manja, menggelitik perut Bita yang gendut dan mencium pipi Bita yang tembem. Sementara dengan Safir, sang jagoan, ia lebih suka bermain kejar-kejaran, lempar-lemparan bola atau tendang-tendangan. Aktifitas maskulin. Tidak jarang Safir mengajarinya lompatan salto. Dan Maman adalah seorang peniru yang ulung, lompatannya terkadang jauh lebih ciamik dari Safir. Aku hanya bisa mengelus dada. Begitu berbedanya laki-laki dan perempuan.

Hari ini Safir, kekasihku berambut jabrik itu sedang sakit. Sudah dua hari ini badannya panas. Akibatya, ia lebih suka bermanja-manja denganku. Sepertinya Maman tahu kalau aku lebih dibutuhkan kakaknya sehingga ia lebih memilih bermain dengan Bita. Ketika aku menyuapi Safir, Bita mencoba mengambil alih peranku. Ia meyuapi Maman. Anehnya, Maman mau! Bita senang luar biasa.

„Gimana Mbak?“ tanyaku dari dalam rumah.
„Habis, Mi!“ jawab Bita dari teras. Sepiring nasi bersayur sop dan lauk empal daging itu ludes tak tersisa. Alhamdulillah.

Segera aku menghambur diri keluar.
„Makasih ya Mbak, sudah bantu ummi,“ kataku pada Bita.
„Salman pintar Mi makannya,“ jawabnya.
Segera aku hujankan ciuman pada mereka. Seperti biasa, Maman mengerucutkan bibirnya. Tanda sayang, mungkin itu yang ada dalam benaknya.
Maman memang sudah besar.

Tanggulangin, 22 Des 2007

Comments

Unknown said…
Membutuhkan sebuah manajemen yang cerdas nan efektif, bagi ibu yang menyelam di dua samudera: samudera kasih sayang keluarga dan samudera profesionalisme kerja.

Sebuah sosok ibu yang perkasa!

Popular Posts