KP pertamaku

KP adalah  kependekan dari kunjungan panjang. Satu hari yang ditunggu-tunggu oleh semua wali santri (walsan).  Apalagi emak-emak seperti aku. KP ini berlaku sebulan sekali. Santri bisa diajak keluar bersama keluarga mulai pukul 07.00 dan kembali maksimal pukul 17.00.

Beberapa walsan sudah booking kamar di Guest House yang ada di sekitar pondok. Dari grup walsan yang kuikuti harga penginapan tersebut bervariasi. Ada yang mulai 200 sampai 600 ribu. Tergantung fasilitas yang ditawarkan. Aku dan suami memutuskan untuk menginap di Guest House pondok yang baru jadi. Harapannya, bisa ikut merasakan malam dan salat lail di sana. Humas pondok mengatakan kalau GH-nya sederhana. Bagi kami, tidak mengapa. Toh, tujuannya hanya menginap. Selain itu, kami ingin menikmati malam dengan kegiatan yang biasanya dikerjakan para santri.

Rencana kami naik kereta api ke pondok tidak terlaksana karena suami kehabisan tiket untuk hari Sabtu dan Ahad yang dimaksud. Ada tiket yang tersisa tetapi kami harus berdiri. Abi memutuskan tidak mengambilnya dan mengubah rencana dengan menggunakan moda transportasi bus. Aku segera menyiapkan segala keperluan untuk Salman. Bedcover pengganti, songkok putih, topi tebal. Semua kumasukkan ke dalam tas. Tinggal membelikan jajanan, piring,  dan setrika.

Selain itu, aku harus membereskan urusan cucian agar tidak mengganggu agenda kerja seminggu ke depan. Semua cucian kuselesaikan di hari Jum’at. Seragam kerjaku, milik suami, dan seragam anak-anakku sudah kucuci dan kujemur. Baju-baju rumah sudah dilipat. Stok makanan untuk anak yang kutinggal segera kusiapkan.

***

Alhamdulillah. Tsumma alhamdulillah. Perjalanan hari ini lancar. Kami mulai dari belanja kue-kue Salman di toko langganan kami. Toko ini sangat lengkap. Sayang, piring yang kumaksud tidak kutemukan. Akhirnya kami mencari di toko kedua. Alhamdulillah, setrika seharga 150-an segera berpindah tempat. Setelah merampungkan salat maghrib kami menuju ke Bungurasih.

Sekitar pukul 19. 00 bus berangkat. Lancar. Sekitar pukul 21-an, bus berhenti tidak jauh dari terminal Arjosari. Persisnya di depan Alfamart, tempat penjemputan penumpang moda online.  Abi segera memesan taksi. Tidak lama kemudian datanglah mobil sedan merah mendekati kami. Mobil itulah yang membawa kami ke Dau, desa Sumbersekar tempat malaikat kecilku mondok.

Sempat ada insiden kecil karena jari Abi tidak sengaja menekan tombol cancel sehingga sang driver minta kami memesan yang lain saja. Setelah dicoba memesan lagi akhirnya mobil yang sama yang mengantar kami. Karena alamat yang kami tuju tidak ada di peta, maka kami memakai alamat terdekat. Ternyata ini berimbas. Kami harus membayar kelebihannya dgn nominal yg cukup besar. Ya sudahlah.  Yang penting sudah sampai di tujuan dengan selamat.

Seorang satpam segera mengantar kami masuk, menunjukkan tempat penginapan yang terpisah antarta walsan putra dan walsan putri. Kami tidak bersegera menuju penginapan. Kami menuju saung di samping masjid untuk makan nasi bungkus yang dibeli Abi di dekat Alfamart tadi. Hawa dingin segera menyapa kami. Ditemani cericit hewan malam kami duduk melingkar, menghabiskan nasi bungkus. Tak lama kemudian, Abi segera mengantarku dan bungsuku ke penginapan putri. Tas berisi perlengkapan Salman dan oleh-oleh ditinggal di sini. Abi berlalu dengan memanggul backpack-nya.

Guest house ini baru jadi.  Kondisinya masih sederhana.  Ruangannya cukup luas dialasi karpet coklat muda. Dindingnya berwarna kuning muda dan bergorden hijau tua. Ada sekitar 16 kasur busa. Beberapa diantara sudah dilapisi sprei berwarna hijau muda kombinasi hijau tua. Seorang ibu yang kutemui menunjuķkan ada 1 kasur yang bisa kupakai tetapi tidak dibungkus sprei.

Untunglah aku membawa bedcover untuk menutupi kasur busa tersebut. Ternyata suhu di dalam ruangan cukup hangat. Berbeda jauh dengan  kondisi di luar. Angin membawa hawa dingin pegunungan.  Ketika aku mengedarkan pandangan, tampak ibu-ibu yang sudah terlelap terbungkus selimut.  Para ibu yang menunggu bertemu sang buah hati. Beberapa di antara membawa anak kecil. Seperti diriku.

Segera kutunaikan salat Isya. Karena lelah, bungsuku dengan mudahnya terlelap. Sementara aku masih belum mampu memejamkan mata. Kutulis catatan ini di keheningan malam yang beradu dengan suara dengkur. 

Batu, 1182018/23.30

Comments

Popular Posts