Belajar dari Mama Thea Kusumo

hernaaaa
Mau bukunya Mama Thea?

Aku kaget sekali baca inbox teman S1 dulu, Eko Setyo Yudi.  Langsung saja kujawab:  mau mau mau
Alamat pengirimannya kemana? tanya Eko kemudian.
Segera saja kutulis alamat lengkap rumahku.

Tidak lama berselang buku berjudul Jalan yang Telah Kulalui -Memoar Dra. Thea Susetia Kusumo itu berada di tanganku. Di dalamnya tercantum tulisan dan tanda tangan penulisnya. Buku itu yang membawa langkahku menuju ke Mama.

Ringan kaki ini melangkah karena rindu berbuncah.  Aku dan suami—yang kebetulan juga mantan mahasiswa beliau ingin bersilaturrahmi setelah sekian lama tak bersua. Maka diantara padatnya pekerjaan kuluangkan sekedar 1-2 jam  menemui beliau.

Mantan dosen bahasa Inggris UNESA (dulu IKIP Surabaya) yang sangat energik itu di usia senjanya justru produktif. Mama Thea, begitu sekarang kami—para mantan mahasiswanya—memanggil beliau.  Istri  alm. Gatut Kusumo, sutradara dan penulis skenario film "SURABAYA'45 (1990) tampak sehat meski sudah mencapai usia 79 tahun. Rambut putih cepaknya membuat penampilan Mama tampak segar.

Mama Thea tampak sangat bahagia dan menceritakan proses penulisan buku memoarnya yang ternyata hanya digarap dalam 4 bulan. Pada saat itu mama sedang sakit dan tidak bisa kemana-mana. Nah, daripada bengong maka Mama memutuskan untuk menulis memoar itu. Selain itu, Mama ingin memberikan peninggalan bersejarah setidak-tidaknya pada anak cucunya berupa tulisan.

Dan kami para mantan mahasiswanya ini turut kebagian. Asyik menikmati buku Mama karena latar belakang 4 jaman, jaman pendudukan Belanda, Jepang, Indonesia sebelum reformasi, dan masa reformasi. (untuk reviewnya menyusul ya)

Mama Thea juga membuat novel berjudul Endang yang berlatar belakang tahun 1965. Novel ini dibagikan kepada teman-teman dekat Mama dan beberapa diantaranya mengganti dengan harga cetak. Mama sebenarnya tidak ingin menjual bukunya karena menurut Mama ini kenang-kenangan. Nah, ternyata kawan,  saat ini Mama sedang merampungkan buku ketiganya. Ketika kutanya tentang apa, Ma? Beliau menjawab tentang Laki-laki! Dan Mama bilang agak sulit menulisnya karena dia bukan laki-laki!

I have no idea.... hehehe

Pertemuan singkat dengan beliau menyuntikkan banyak hal. Rasa syukur atas usia yang diberikan Allah harus disikapi dengan positif-produktif. Mama mencontohkan dengan menulis. Menulis membuat otak kita bekerja sehingga tidak jumud. Kita bisa memberikan warisan kepada anak cucu kita.

Good Luck deh Mama Thea. Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan hidayahNya pada Mama selalu.

Comments

Popular Posts