Ba’da sholat lail

Kupandangi satu demi satu malaikat kecilku. Benar kata suami, anak-anak makin besar. Makin panjang (karena mereka sedang tidur ketika tulisan ini kubuat). Bita dengan pakaian khususnya ketika tidur, beberapa helai rambutnya yang panjang hitam berkibar-kibar kecil ditimpa hembusan angin dari kipas angin. Lengan dan kaki Safir yang semakin kokoh, menyokong tubuh sang pejantan tangguh yang sangat mencintai sang bunda. Ah, Salman yang tidak bisa besar badannya karena tidak suka makan nasi. Ia hanya mengkonsumsi susu secara berlebihan dan ikan laut tanpa nasi. Enjie yang semakin menggantung kedua buah pipi tembemnya. Kakinya semakin kuat menyokong tubuh yang mengikuti sunnahtullahnya untuk berjalan.


Bukan hanya fisik. Alhamdulillah, Bita semakin pintar mengajinya, asmaul husnanya semakin oke, Safir semakin bagus tulisan tangannya (hal yang sulit kupercaya karena begitu kinestetisnya dia), Salman semakin oke motoriknya, kemampuan bahasanya semakin meningkat (sudah bisa menyanyikan lagu-lagu Iqro’ walau beberapa huruf hijaiyah yang diucapkan masih sekedar menirukan dan cadel), Enjie yang suka mengerak-gerakkan tangannya, menaikturunkan badannya ketika ada suara musik dan nyanyian.

Seorang remaja menarik perhatianku. Dendi, anak yang dititipkan Allah kepadaku. Mengapa aku tak mampu meraih hatinya. Khas remajakah? Atau ada yang salah dalam diriku sehingga merajukku untuk belajar menjadi orang tua bagi anak remaja seusianya. Beberapa kali upaya pemberontakan, namun beberapa kali pula hati tetaplah terpaut. Ah, hidup begitu indahnya dengan selaksa peristiwa. Jatuh bangun, canda tawa dan air mata mengiringi hari seperti matahari yang tak pernah alpa janji pada sang pagi.

Lalu kuberalih pada sosok laki-laki dewasa yang baru saja menyapaku dengan sapaan khasnya menjelang tidur. Hari ini Abi, begitu anak-anak memanggil, harus pulang larut karena ada acara kantor. Konsekuensinya, aku harus naik kendaraan umum. Beberapa sms cantik kukirim untuk mengusir kejenuhan dan menyalurkan energi rindu pada sang kekasih. Begitulah, aku harus mengawalnya dengan kalimat-kalimat pendek nan manis agar lelah tak memakan tubuh dan pikiranya. Segera saja hp kami dipenuhi cinta merah jambu.

Kini ia tertidur dengan waktu telah memakan energinya hingga lelah tampak di wajahnya. Tapi begitulah, tangan kokoh dan hati seluas samuderanya selalu tak lekang dimakan waktu. I love U.

Semuanya sungguh harta yang tak ternilai harganya. Amanah yang selalu mengingatkanku, mengerakkan langkah kaki dan hatiku untuk selalu berjalan di jalan yang lurus. Allah, jagalah keluargaku dari hal-hal yang membahayakan kami dan berikanlah penjagaanmu yang sempurna. Amiin.

Comments

Popular Posts