Anak-anak Luar Biasa (1)

Barangkali semua sepakat kalau anak-anak kelas 9 angkatan tahun ini semangatnya tidak dipertanyakan lagi. Dan beruntunglah aku yang mendapat kesempatan mengenal dan mengajar anak-anak yang butuh waktu lebih lama untuk memahami pelajaran. Semangat mereka tak kalah dengan teman lainnya meski hasilnya menurutku belum optimal.

Pertama aku mengajar mereka, aku diliputi kebingungan. Bagaimana tidak? Di satu sisi aku harus menyampaikan materi pelajaran yang sangat padat (tuntutan kurikulum) karena mereka ada di kelas akhir SMP. Di sisi lain aku masih harus memikirkan strategi apa yang aku gunakan untuk meraih hati mereka. Ya, karena mata pelajran yang kuajarkan adalah salah satu momok bagi sebagian besar siswa. Mapel tersebut adalah bahasa Inggris.


Sering aku melakukan diskusi baik dengan teman sesama guru, para senior bahkan tak jarang kubawa topik ini di tempat tidur. Bersama suami terkasih, tentunya. Kadang-kadang menjadi menu sampingan diantara menu utama kami, perkembangan dan pertumbuhan anak-anak biologis kami. Namun tak jarang menjadi menu utama perbincangan kami sebelum tidur.

Untungnya, ruang yang disediakan kekasihku itu begitu lapang sehingga aku bebas lepas mengumbar cerita tentang anak-anak luar biasa ini. Kadang kekasihku itu memberi komentar di sana sini, beberapa masukan namun tak jarang ia cuma diam, mendengarkan ceritaku saja. Dan sebentuk perhatian yang ditunjukkan atas cerita-ceritaku membuat lempeng jalanku. Aneh??? (Begitulah wanita, penginnya didengar...)

Kembali ke anak-anak luar biasa ini. Memasuki intensif adalah saat-saat yang melelahkan, baik bagi siswa maupun para guru. Setiap hari anak akan dijejali dengan soal-soal seolah-olah tidak ada habisnya. Setiap minggu diisi dengan try out (to) ini itu. Bisa dibayangkan seperti apa wajah mereka. Belum lagi wajah gurunya. Jauh-jauh hari sudah harus membuat soal-soal latihan, soal TO ini itu, mengevaluasinya kemudian mengajarkannya dari hari ke hari. Bertemu dengan wajah-wajah yang sama.

Di kelasku ada sekitar 18 anak berkebutuhan khusus yang akhirnya harus kami split menjadi dua dengan alasan optimalisasi. Separo dari jumlah anak ini mempunyai masalah sikap belajar sementara separo lainnya hanya masalah potensi belajar. Rasanya tidak fair jika perlakuan yang kami berikan seragam terhadap kelompok anak yang berbeda.

Jadi, sekarang di kelasku hanya ada sepuluh siswa. Tapi rasanya, aku mengajar 30 anak. Ketika aku membahas pre atau post test tersebut, mereka mengangguk-angguk tanda memahami meski kemudian kudapati jawaban mereka banyak yang tidak mengena. Kesabaranku benar-benar diuji. Aku tidak boleh menyerah, aku yakin mereka bisa. Seperti yang selalu kami gembar-gemborkan pada anak-anak. Bahwa Success is a choice. Sukses itu sebuah pilihan. Dan ia harus diperjuangkan!!!

Aku salut dengan iklim yang dibangun oleh sekolahku ini. (boleh kan narsis, dikit...) Kami mengimbangi atmosfir ketegangan tersebut dengan nuansa motivasi yang kental. Makanya, anak-anak luar biasaku itu sedikit banyak mendapat suntikan semangat dari lingkungan. Setiap hasil pre test atau post test ditempel, maka mereka segera berhamburan menuju mading. Teriakan Allahu Akbar kadang terdengar meski ada beberapa lenguhan kekecewaan karena tidak lulus pada salah satu mapel, atau salah dua, atau bahkan keempat-empatnya...

Inilah hidup
Harus diperjuangkan
Yang namanya sukses
Harus diminta
Harus direbut

Allahumma la sahlan, Illa ma ja’altahu sahlan wa anta taj’alu husna ida sykta sahlan
Allahumma inna nastafiduka wa nastadiuka bima alamtana fardludhulana inda hajatina wala tunsinahu yaa robbal’alamin...

Comments

Popular Posts