Allah, BersamaMu Tak Ada Jalan Buntu

Judul Buku: Catatan Hati di Setiap Sujudku
Penulis: Asma Nadia, dkk
Penerbit: Lingkar Pena Publishing House
Cetakan: I, Januari 2008
Tebal: 192 halaman

Apa yang akan anda lakukan jika berada dalam kondisi benar-benar tidak berdaya? Ketika orang yang anda cintai--anak, pasangan, orang tua—sakit dan dalam hitungan n x 24 jam diprediksi akan meninggalkan anda selamanya. Atau ketika anda punya harapan dan mimpi setinggi langit sementara anda yakin kedua kaki ini masih menjejak bumi.

Jawabannya hanya satu: berdo’a

Ketika semua ikhtiar sudah kita lakukan, hanya tawakal langkah selanjutnya. Kita serahkan saja semua urusan kepada sang pembuatnya. Ya, doa. Satu kata kunci itulah saripati buku Catatan Hati di Setiap Sujudku karya keroyokan Asma Nadia, dkk.
Buku ini merupakan kumpulan tulisan di milis pembacaanadia@yahoogroups.com Diangkat dari kehidupan nyata para penulisnya. Kisah yang begitu dekat dengan kehidupan kita dan sangat jauh dari kesan menggurui. Inspiratif dan membangkitkan harapan bagi yang merasa jauh dari segenggam harapan.

Rejeki, Jodoh, dan Mati
Secara umum, kita mengenal tiga hal yang manusia tidak mampu menembusnya. Hal tersebut adalah rejeki, jodoh, dan mati. Ketiga hal itulah yang menghiasi buku yang sarat akan lantunan berjuta rindu, berbuncah cinta pada Ilahi Robbi.

Dalam Jalan Menuju Rumah-Mu, dikisahkan bagaimana seorang pegawai negeri kecil di pedalaman Ambon—tentu saja dengan gaji yang tidak seberapa—menyimpan rindu bertemu Sang Kekasih di Baitullah. Dengan logika matematika, ia menulis, barangkali akan menginjakkan kaki di rumahNya setelah pensiun tiba. Sebagai muslim ia merasa optimis meski tak jarang keinginan tersebut mengalami fluktuasi demi melihat realitas kehidupan. Namun pertemuannya dengan teman semasa kecil yang yang baru pulang berhaji setelah konflik Ambon meletus, melecutkan tekadnya.

Haji Udin, nama teman kecil itu, mengatakan,” Tugas kita berikhtiar, tugas kita menabung, nanti Allah yang mencukupi. Tugas kita adalah menunjukkan keinginan yang kuat. Jangan memaksakan kehendak, tetapi menunjukkan keinginan yang kuat itu penting. Menabunglah! Ida akan lihat hasilnya di luar perhitungan. Percaya itu. Jangan hitung rezeki Allah dengan kalkulator manusia. Allah punya kalkulator yang jauh lebih canggih,” (hal.17)

Singkat cerita, ia mewujudkan tekadnya dengan semakin mendekatkan diri pada Allah. Sholat lail, sholat taubat, dan mengamalkan isi surat Al Hajj diantara tadarus wajibnya. Hingga suatu hari ia dikirim mengikuti pelatihan sebagai fasilitator Panwas Pemilu 2004 di Jakarta. Uang saku dari pelatihan itulah yang kemudian menjadi batu pertama tabungan hajinya. Sejak saat itu, persiapan tidak hanya berbentuk permohonan setiap malam melainkan juga perubahan sikap. Tazkiyatun nafs ia lakukan setiap hari, buku-buku keagamaan semakin meyemarakkan bacaannya. Setelah tiga belas bulan sejak menabung pertama tersebut sampailah ia di baitullah, menjemput impian di rumah Sang Kekasih.

Tentang rahasia jodoh, salah satunya dikisahkan dalam Do’a Untuk Laki-Laki Berwajah Saleh. Tentang seorang janda beranak dua yang mempunyai harapan memberikan seorang ayah yang sholeh untuk kedua buah hatinya. Hatinya tertambat pada seorang guru mengaji anaknya di TPA. Sebagai perempuan yang sadar akan dirinya, ia ragu melangkah. Lelaki itu masih muda sementara ia sudah beranak dua. Diantara keraguan ia memasrahkan semuanya kepada Allah.

Sampailah ia pada suatu keadaan bahwa ia tak mungkin berdampingan dengannya. Lelaki itu sudah mempunyai calon istri, kata tetangganya. Maka, untuk mengatasi rasa sedihnya ia mencurahkan energinya pada doa, bermunajat sepenuh jiwa. Lalu, ia memutuskan pindah ke kota lain. Justru kepindahannya inilah yang membawa laki-laki berwajah saleh itu memintanya menjadi istrinya.

Dalam sebuah kesempatan, ia baru tahu kalau perempuan yang diberitakan sebagai calon istrinya itu hanya teman satu profesi. Lelaki itu mengatakan, “ Saya tidak mengenal istilah pacaran, karena Islam tidak mengajarkan kebersamaan seperti itu sebelum adanya ikatan yang halal, dan ikatan yang halal itu adalah pernikahan.” (hal 112)

Begitulah. Rezeki dan jodoh tidak akan lari kemana kalau memang ia sudah ditakdirkan untuk kita. Selain rezeki dan jodoh, akhir hidup seseorang juga menyimpan misteri. Banyak kisah di buku ini yang mengungkap akhir hidup seseorang. Pengalaman Asma Nadia merawat Adam, anak keduanya yang sakit parah dan hidupnya hanya diprediksi dalam hitungan hari tertuang dalam tulisan yang akhirnya menjadi judul buku ini: Catatan Hati di Setiap Sujudku. (hal 2) Atau tentang Keajaiban Do’a, tentang seorang ayah yang koma beberapa hari di rumah sakit dan divonis akan meninggal dunia. Namun akhirnya sadar setelah mendengar suara anak perempuannya di negeri seberang dan do’a-do’a yang dilafadzkannya meski lewat telepon.(hal 30)

Do’a telah melewati dimensinya karena dalam do’a hanya kita dan Allah saja yang tahu. Dan kita tidak pernah tahu dari doa siapa pinta kita dikabulkan. Karenanya, jangan segan-segan meminta doa pada orang-orang terdekat kita pada saat kita membutuhkannya. Dan, jangan pernah lupa mendo’akan orang-orang yang sedang membutuhkannya. Sinergitas yang tercipta dari lingkaran do’a ini insya Allah akan berbuah manisnya iman.

Berdakwah lewat Tulisan
Benang merah dari tulisan di buku ini adalah pencerahan pembaca akan makna sebuah kepasrahan. Sebentuk sikap tawakal yang membuahkan hasil ketenangan hati, kenyamanan hidup meski yang terjadi kenyataan pahit sekalipun. Barangkali sebagian dari kita ada yang masih nggerundel ketika mendapat cobaan, insya Allah buku ini bisa jadi salah satu penawarnya. Atau ada yang masih sangat susah mengeluarkan infaq, percayalah kalkulasi Allah tidak akan sama dengan kalkulasi manusia. Atau ketika kita merasa sangat miskin, mintalah pada Allah karena memang hanya Dialah yang Maha Kaya. Maka, buku ini layak dikonsumsi siapa saja yang sedang membutuhkan oase di tengah kegersangan atau siapa saja yang merasa begitu desperate, karena seperti judul tulisan ini: Allah, BersamaMu Tak Ada Jalan Buntu.

Dan, Asma Nadia dengan milis yang digawanginya telah menanamkan sebentuk keimanan tersebut lewat tulisan. Sebagai penulis, ibu dua anak ini tergolong sangat produktif. Sejak tahun 2000 ia telah menghasilkan lebih dari 32 buku. Berbagai penghargaan telah ia peroleh sebagai perwujudan kerja cerdasnya selama ini. Sebagai rasa syukur, ia tidak saja tetap menulis tapi juga memberikan wadah kepenulisan kepada perempuan umumnya dan muslimah khususnya. Tulisan telah menjadi media dakwah, baginya.

Hernawati K.
Tanggulangin, 22 Maret 2008. 01:50 a.m

Comments

Popular Posts