Naik Kereta Api


Akhirnya cita-cita untuk naik kereta api kesampaian juga. KP bulan ini kami tempuh dengan KA Penataran. Tiket yang kupegang menunjukkan jam keberangkatan pukul 12.02. Abi hanya membelikan tiket berangkat karena untuk kepulangan tidak ada yang pas waktunya. Tiketnya murah sekali, 12 ribu rupiah per orang. 

KP bulan ini berbarengan dengan penerimaan raport tengah semester. Jadi, abi menyarankan agar kami berangkat agak siangan sehingga bisa sampai di pondok sekitar Asar. Untunglah, Sabtunya termasuk Sabtu pertama, waktu libur. Hari Sabtu pagi kami berbelanja beberapa barang pesanan Salman. Sarung, piring, susu, makanan dan minuman ringan untuk sebulan. 

Sebenarnya, aku ingin belanja hari Jumat malam. Karena abi pulang terlalu malam sehingga belanja diundur pagi harinya. Abi sendiri harus membeli madu ke rumah ustad Eko. Untunglah, rumah ustad Eko tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami.  Madu yang kupesan ternyata sudah habis. Ia menawarkan madu floral serupa yang mempunyai 2 harga. Sekilonya 100 ribu sementara yang setengah kilo harganya 50 ribu. Abi memilih yang 1 kg. Aku membolak-balik madu tersebut. Lebih encer dibanding madu Marwah yang biasanya kukonsumsi. Salman memesan madu karena ia butuh asupan energi yang cukup untuk melakukan aktivitasnya, termasuk mengikuti wushu. 

Setelah zuhur kami bergegas menuju stasiun Gedangan, Sidoarjo. Ini stasiun terdekat dari rumahku. Ternyata di sana tidak ada parkir motor 24 jam. Tukang parkir menyarankan agar abi memarkir kendaraannya di dekat Vivo, sebuah stand di perempatan Gedangan.

“Cepat mas, ini tinggal 20 menit lagi tutup,” saran tukang parkir. 

Aku segera turun dari motor, membawa travel bag dan barang bawaan lain. Enji membawa air minum dan kue-kue. Abi segera melarikan motornya ke parkiran 24 jam yang dimaksud. 

Ini kali pertama aku masuk ke stasiun Gedangan. Stasiun kecil. Tampak beberapa orang duduk di kursi tunggu di sayap kiri dan kanan. Dua orang ibu sedang ngobrol. Rupanya mereka ibu dan anak. Seorang perempuan berbalut jaket jeans sedang menikmati bakso yang merah penuh saos tomat. Kulihat seseorang yang baru masuk segera menuju ke seorang petugas di depan pintu keluar. Rupanya ia menyerahkan tiket dan petugas tersebut segera memberi stempel. Segera aku keluarkan tiket dari abi tadi. Kulakukan hal serupa. 

“Ini nomer kursinya berapa Pak?” tanyaku karena aku tidak mengenakan kaca mata. 

“9A, 9B, dan 9C. Gerbong 2, Bu. Ini satu deret,” jawabnya.

“Trima kasih, Pak,” pungkasku.

Segera aku duduk kembali sambil menunggu kedatangan abi. Enji, bungsuku sedang bermain dengan hapenya. Ia membuat video dengan aplikasi Snow. Enji sangat kreatif mendesain videonya sedemikian rupa sehingga enak ditonton.
Tidak berapa lama kemudian, abi muncul dengan senyum mengembang. 

“Kok cepat, Bi?” tanyaku. 

“Iya, Mik. Mlayu,” katanya. 

Abi berlari dari perempatan Gedangan ke stasiun ini supaya tidak ketinggalan kereta. 

***
KA sekarang bersih. Tidak seperti zaman dahulu. Aku masih ingat pernah diajak ke Jakarta naik KA ekonomi. Banyak pedagang bersliweran. Kursi dan lorong-lorongnya kotor dan bau. Penumpangnya tidak hanya manusia tetapi juga para ayam. Di dalam gerbong sangat gerah. Sekarang jauh lebih baik. Tidak hanya bersih dan rapi, tapi juga adem karena ber-AC. Kuhitung tiap sepuluh deret kursi ada AC. Kebetulan tempat duduk kami pas di depan AC.  Jadi, dingin. Abi yang hanya mengenakan T-shirt merasa kedinginan. Aku sendiri tidak membawa jaket. Padahal aku tadi mengingatkan Enji untuk membalut  tubuhnya dengan jaket. Mungkin karena terburu waktu. 

KA melaju. Abi mengeluarkan snack yang dibawanya. Aku meminta beberapa. Kursi di depanku ditempati seorang bapak tua yang katanya turun di Bangil, seorang anak kecil dan ayahnya yang masih muda sekali. Segera kuulurkan snack padanya. Diterimanya dengan diam. Beberapa kali ayah muda itu menyuruh anaknya untuk mengucapkan terima kasih tapi si anak hanya diam membisu. Ia berterima kasih lewat pandangan matanya sebab ia melihatku lekat-lekat. Aku tersenyum mengiyakan. 

Kira-kira 40 menit perjalanan tiba-tiba HP Abi berdering. Salman. Biasanya H-1 KP anak-anak akan menelpon orang tuanya. Jatah Salman di atas jam 13.00. Ini kok awal sekali. 

“Ya, ya. Ini Abi. Gimana, ini sudah jatah nelpon ya Mas?”tanya abi di telepon, “ Sekolahnya? 

Lancar?”  tanya abi kepada Salman di telpon. Rupanya Salman mengiyakan karena tersungging senyum di bibir abi. 

“Alhamdulilah..,” kata abi. 

Seperti biasa Abi menanyakan bagaimana kabarnya, lancarkah sekolahnya, sudah sampai juz berapa hafalannya, dan sebagainya. Setelah dirasa cukup, abi selalu memberikan HP tersebut kepadaku. Kuambil dan segera kupasang di telinga.


Ah, nak... betapa rindunya Umik.
***

Comments

Popular Posts